ANTROPOLOGI PENDIDIKAN DI
INDONESIA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas
segala karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Antropologi Pendidikan di
Indonesia” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang terkait yang telah memberi bantuannya dalam
penulisan makalah ini.
Akhirnya, kami sebagai
penyusun menyadari bahwasanya makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
baik dalam penulisan maupun isi. Oleh sebab itu, kami meminta maaf kepada
pembaca atas kekurangan-kekurangan tersebut, dan kami sangat mengharapkan
saran, tanggapan, dan kritik dari pembaca guna sebagai pedoman dan perbaikan ke
masa yang akan datang. Kami mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.Semoga Tuhan senantiasa memberikan petunjuk dan membimbing
kita.
Pancasari, September 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang…………….…………………………….. 1
1.2 Rumusan
Masalah……….………………………………. 2
1.3 Tujuan
dan Manfaat…………….……………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN MATERI
2.1 Pengertian antropologi
pendidikan di Indonesia………… 3
2.2 Pengaruh
antropologi terhadap lingkungan
dan masyarakat…………….…………………………….. 4
2.3 Manfaat landasan
antropologi dalam pendidikan….…… 6
2.4 Implikasi landasan
antropologi dalam pendidikan……… 6
2.5 Aplikasi
landasan antropologi dalam
pendidikan ……..…………………………………..…… 9
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan……………………………………………… 11
3.2 Saran………………………………………………….… 11
DAFTAR PUSTAKA…….…………………………………………. 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Manusia adalah makhluk sosial, artinya dalam hidupnya,
manusia memerlukan kerjasama dengan orang lain. Sejak manusia lahir ke dunia
mereka membutuhkan bantuan dan hubungan orang lain agar mereka dapat tetap
hidup (survival). Hal ini berbeda dengan beberapa makhluk lain yang dikaruniai
kemampuan untuk terus hidup walaupun tanpa bantuan induknya. Manusia dalam
hidup di masyarakat diharapkan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dapat
dimanfaatkan dalam hidupnya, seperti: memudahkan dalam mencari pekerjaan,
berinteraksi dengan manusia lain, dan memiliki wawasan budaya lokal daerah
setempat agar tidak punah. Dalam berinteraksi di masyarakat, manusia
dipengaruhi oleh nilai, aturan (norma), budaya, serta kondisi geografisnya
terhadap perubahan perilakunya.
Padahakekatnya pendidikan merupakan proses transformasi
nilai dan kebudayaan dari generasi satu kepada generasi berikutnya, karena itu
proses pendidikan akan terkait erat dengan latar belakang budaya tempat proses
pendidikan berlangsung. (D. M. Brooks: 1988). Dengan demikian fungsi pendidikan
sangat penting dalam melestarikan budaya dan menjadikan manusia berperilaku
sesuai dengan nilai, norma, dan budaya lokal, sehingga manusia masih memiliki
wawasan budaya setempat tanpa harus melupakan budaya aslinya. Secara tidak
langsung pendidikan berbasis budaya lokal akan mempengaruhi pola pikir dan
membentuk manusia seutuhnya.
Praktik di lapangan, bahwa kurikulum pendidikan
mencerminkan sentralisasi. Sentralisasi kurikulum pendidikan merupakan cerminan
akan kurangnya penghayatan pentingnya landasan antropologi dalam pendidikan
secara mendalam, khususnya kurikulum ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Disatu
pihak, setralisasi kurikulum akan memudahkan pembakuan proses belajar, namun
tanpa memperhatikan latar belakang budaya daerah, keluaran pendidikan tersebut
tidak akan terserap kembali ke dalam masyarakat. Adanya kebijakan dan upaya
pengembangan kurikulum sekolah merupakan salah satu perwujudan akan pentingnya
tinjauan latar sosial antropologi dalam pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penyusun akan membahas
secara lengkap tentang landasan antropologi dalam pendidikan di masa yang
terdahulu sampai saat ini. Tujuannya agar pendidikan di Indonesia tetap
memahami keanekaragaman budaya setempat dan tidak menghilangkan nilai luhur,
norma, serta etika dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat di jabarkan rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1.
Bagaimana landasan antropologi
pendidikan di Indonesia?
2.
Apa pengaruh antropologi terhadap
lingkungan dan masyarakat?
3.
Apa manfaat landasan antropologi dalam
pendidikan?
4.
Bagaimana implikasi landasan
antropologi dalam pendidikan?
5.
Bagaimana aplikasi landasan antropologi
dalam pendidikan saat ini?
6.
Apa pengaruh landasan antropologi
terhadap perubahan kebijaksanaan pendidikan di Indonesia?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang dipaparkan di
atas, maka rumusan tujuannya yaitu :
1.
Untuk mengetahui landasan antropologi
pendidikan di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui pengaruh antropologi
terhadap lingkungan dan masyarakat.
3.
Untuk mengetahui manfaat landasan
antropologi dalam pendidikan.
4.
Untuk mengetahui implikasi landasan
antropologi dalam pendidikan.
5.
Untuk mengetahui aplikasi landasan
antropologi dalam pendidikan saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Antropologi Pendidikan
Antropologi
berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos)
yang berarti "manusia"
atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar",
"berakal"). Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial(wikipedia).Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami sifat-sifat
semua jenis manusia secara lebih banyak.Antropologi yang dahulu dibutuhkan oleh
kaum misionaris untuk penyebaran agama Nasrani dan bersamaan dengan itu
berlangsung sistem penjajahan atas negara-negara diluar Eropa, dewasa ini dibutuhkan bagi kepentingan
kemanusiaan yang lebih luas.Studi antropologi selain untuk kepentingan
pengembangan ilmu itu sendiri, di negara-negara yang telah membangun sangat
diperlukan bagi pembuatan-pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan
pengembangan masyarakat. Landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah
(misalnya: sistem
mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb).
Sebagai
suatu disiplin ilmu yang sangat luas cakupannya, maka tidak ada seorang ahli antropologi yang mampu menelaah dan menguasai antropologi secara sempurna.Demikianlah maka antropologi dipecah-pecah menjadi beberapa
bagian dan para ahli Antropologi masing-masing mengkhususkan diri pada spesialisasi sesuai
dengan minat dan kemampuannya untuk mendalami studi secara mendalam pada
bagian-bagian tertentu dalam antropologi.Dengan demikian, spesialisasi studi
antropologi menjadi banyak, sesuai dengan
perkembangan ahli-ahli antropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih mamahami sifat-sifat
dan hajat hidup manusia secara lebih banyak.
Antropologi secara garis besar dipecah menjadi 2 bagian yaitu antropologi fisik/biologi dan antropologi budaya. Tetapi dalam pecahan antropologi budaya, terpecah – pecah lagi
menjadi banyak sehingga menjadi spesialisasi – spesialisasi, termasuk antropologi
pendidikan.Seperti
halnya kajian antropologi pada umumnya antropologi pendidikan berusaha menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka memperoleh pengertian
yang lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam dunia pendidikan.
Dari
pengertian sosiologi yang dipaparkan diatas pendidikan yang berlandaskan
antropologi khususnya di Indonesia sangat dibutuhkan karena keadaan masyarakat
Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa dengan adat-istiadat,
kebudayaan dan bahasa yang beragam tentu pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
latar antropologi.Namun, pada kenyataanya kurikulum yang digunakan di Indonesia
saat ini masih terkesan bersifat sentral. Sentralisasi kurikulum pendidikan
merupakan cerminan akan kurangnya penghayatan pentingnya landasan antropologik
dalam pendidikan secara mendalam, khususnya kurikulum ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Di satu pihak, sentralisasi kurikulum akan memudahkan pembakuan
prosesi belajar, namun tanpa memperhatikan latar belakang budaya daerah
keluaran pendidikan tersebut tidak akan terserap kembali ke dalam masyarakat.
Adanya kebijakan dan upaya pengembangan kurikulum muatan lokal pada kurikulum sekolah merupakan salah satu
perwujudan akan pentingnya tinjauan latar sosial antropologik dalam pendidikan
(Soedomo, 1990).
2.2
Pengaruh Antropologi Terhadap
Lingkungan dan Masyarakat
Perbedaan geografis mencakup perbedaan-perbedaan yang
disebabkan oleh faktor geografis seperti letak daerah, misalnya: pantai, daerah
pegunungan, daerah tropis, daerah sub tropis, daerah subur, daerah tandus, dan
sebagainya.
Sebagai contoh, pengaruh daerah sub tropis terhadap pola
kerja manusia akan berbeda dengan daerah tropis. Pada daerah sub tropis ada
musim dimana manusia kurang/tidak dapat bekerja secara penuh, terutama pada
musim dingin, sehingga keadaan ini memaksa manusia daerah sub tropis untuk mempersiapkan
cadangan makanan untuk musim dingin. Demikian pula masyarakat di daerah gersang
akan terpaksa bekerja lebih keras untuk mempertahankan hidupnya dibandingkan
dengan daerah subur.
Perbedaan-perbedaan tersebut melahirkan pula perbedaan
kebudayaan, baik dalam wujud ide-ide, pola, tingkah laku maupun kebudayaan. Di
daerah subur seperti di Indonesia, dimana manusia tidak perlu berjuang keras
untuk mempertahankan hidupnya, dimana sumber-sumber alam relatif mudah diambil,
membuat manusia juga bermurah hati terhadap sesamanya, sehingga bila ada
seorang warga masyarakat yang mengalami kekurangan, orang launn dengan mudahnya
membantu orang yang menderita tersebut. Karena itu terutama di pedesaan, dimana
kebutuhan hidup dari alam sekitar relatif lebih mudah didapatkan, perasaan
gotong-royong antar warga masyarakat sangat tinggi.Sebaliknya di daerah
perkotaan dimana manusia harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan
hidupnya, maka perasaan gotong-royong itu makin menipis, dan perasaan
individualitasnya lebih tinggi.
Hal-hal tersebut diatas juga mempengaruhi sistem nilai
budaya yang dianut oleh warga masyarakat, yang dengan sendirinya akan
berpengaruh terhadap proses pendidikan yang berlangsung di masyarakat yang
bersangkutan,
karena proses pendidikan tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungan
geografis dan sosiokultural masyarakat.
Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu
itu sendiri, di negara-negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi
pembuatan-pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan
masyarakat.
Landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan.Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya:
system mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). Mengimplikasikannya perlu diberlakukan kurikulum muatan
lokal.
Dari paparan diatas pendidikan perlu
dilandasi antropologi karena melalui antropologi bisa membuka diri tentang keanekaragaman
budaya yang dimiliki oleh Indonesia dan menghargai kebudayaan orang lain.
2.3
Manfaat
Landasan Antropologi dalam Pendidikan
Setiap
manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu seorang pendidik harus sedikit
banyak memahami latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa.Oleh
karena itu, antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan.
Antropologi dalam pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Dapat
mengetahui pola perilaku manusia dalam
kehidupan bermasyarakat secara Universal maupun pola perilaku manusia
pada tiap-tiap masyarakat (suku bangsa)
2. Dapat
mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai dengan harapan
warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang
3. Dengan
mempelajari antropologi akan
memperluas wawasan kita terhadap tata pergaulan umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang mempunyai
kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan
karakteristik daerahnya sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi
4. Dapat
mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta memiliki kepekaan
terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang menyenangkan serta mampu
mengambil inisiatif terhadap pemecahan permasalahan yang muncul dalam
lingkungan masyarakatnya
Dari manfaat diatas dapat
disimpulkan bahwa, antropologi dapat menjadikan bangsa Indonesia yang memiliki
jiwa nasionalis.
2.4
Implikasi landasan antropologi dalam
pendidikan
Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang dirangkai oleh
selat, dan keadaan geogafisnya tidak merata. Faktor geografis suatu daerah
sangat berpengaruh pada jaringan komunikasi dan transportasi antar daerah
maupun pulau. Khususnya di daerah yang dikelilingi hutan belantara dan
pegunungan yang tinggi akan menghambat proses informasi, sehingga akan
berpengaruh pada pengetahuan penduduk di sekitar. Selain faktor geografisnya,
di masing-masing daerah memiliki berbagai macam suku bangsa, adat istiadat,
sistem nilai, budaya yang berbeda. Misalnya: suku jawa, sunda, madura, dayak,
minang, batak dan sebagainya. Sedangkan dari ras polynesia yang mendiami
Indonesia bagian timur, misalnya: Ambon, Timor, Irian Jaya. Keragaman budaya
tersebut telah memberikan pengaruh terhadap hubungan sosial masyarakat, sistem
pendidikan, mata pencaharian, dan pola berfikir manusia.
Misalnya kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan
dasar yang tidak termasuk dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu
dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara memakan adalah bagian dari
kebudayaan. Kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya menyebabkan
manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya adalah
cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan
menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya,
tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat
yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang
alat tersebut dibuat dari almunium. Begitu juga tempat dimana manusia itu
makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat
khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia
mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau
lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya. Proses
perubahan tata cara makan tersebut merupakan terjadi dari proses belajar
sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang dinilai baik dan berkembang
sesuai dengan perkembangan teknologi dan pendidikan.
Dengan berbagai macam suku bangsa dan kebudayaan secara
alamiah dari dulu telah berlangsung upaya pendidikan sebagai proses transmisi
dan transformasi kebudayaan. Untuk itu, pendidikan di masing-masing daerah
berbeda dan disesuaikan dengan budaya daerah tersebut. Proses pendidikan bangsa
telah ada sebelum kedatangan penjajah dan memiliki antropologis yang kuat.
Setelah bangsa Eropa datang maka diintrodusirlah sistem persekolahan, dengan
kurikulum yang diatur oleh tim pengembang kurikulum dari luar.
Kurikulum yang sudah diterapkan pada masing-masing daerah
berdampak perkembangan pengetahuan yang berbeda dan mempengaruhi kemajuan
masyarakat. Hal ini tentunya berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan. Masyarakat perkotaan, memberikan pendidikan
anaknya mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Program pendidikan di
sekolah terdiri dari: sekolah reguler, home
schooling, akselerasi, dan sekolah berstandar internasional (RSBI). Selain
itu, di kota merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan, sehingga
memungkinkan perkembangan pendidikan mudah dijangkau dan cepat. Berbeda dengan
daerah pedesaan, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi merupakan
permasalahan. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi penduduk yang masih minim,
kesadaran orang tua akan pendidikan masih kurang, akses lembaga pendidikan
terbatas, dan angka migrasi tinggi. Hal ini menyebabkan angka anak drop out dari keluarga kurang mampu
tersebut tinggi.
Melihat permasalahan tersebut, maka peranan pendidikan
sangat penting khususnya penyusunan kurikulum oleh satuan pendidikan yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik. Hal ini bertujuan untuk
mewujudkan pendidikan nasional dan tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu
kurikulum berbasis budaya lokal telah memberikan sumbangan untuk lebih mengenal
potensi budaya di masing-masing daerah, sehingga peserta didik dapat mengenal
potensi budayanya sendiri, dapat mengembangkan potensi budaya, serta dapat
bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya (berwirausaha).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam implikasi landasan
antropologi, adalah sebagai berikut.
1.
Identifikasi
kebutuhan belajar masyarakat
Identifikasi kebutuhan masayarakat ini
bersumber dari informasi masyarakat sekitar. Masyarakat tersebut terdiri dari
tokoh masyarakat, baik secara formal maupun informal, tokoh agama, dan
perwakilan masyarakat kelas bawah. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi
dan data yang dijadikan bahan pengembangan kurikulum.
2.
Keterlibatan
partisipasi masyarakat
Setelah mengidentifikasi kebutuhan
belajar, maka masyarakat ikut serta dalam merancang kurikulum, menyediakan
sarana dan prasarana, menentukan nara sumber sebagai fasilitator, dan ikut
menilai hasil belajar.
3.
Pemberian
Pendidikan Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hidup merupakan
pendidikan dalam bentuk pemberian keterampilan dan kemampuan dasar pendukung
fungsional, membaca, menulis, berhitung, memcahkan masalah, mengelola sumber
daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen 2002, dalam
Efendi 2009:153).
2.5
Aplikasi Landasan Antropologi dalam
Pendidikan
Penerapan landasan antropologi dalam
pendidikan saat ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006 sesuai dengan kebutuhan siswa.
2.
Model pembelajaran berbasis budaya
lokal. Model pembelajaran ini diterapkan melalui muatan lokal. Materi
disesuaikan dengan potensi lokal masing-masing daerah di lingkungan sekolah.
Sehingga siswa dapat mengenali potensi budayanya sendiri, mengembangkan budaya,
menumbuhkan cinta tanah air, dan mempromosikan budaya lokal kepada daerah lain.
3.
Metode pembelajaran karya wisata.
Guru
mengajak siswa ke suatu tempat ( objek ) tertentu untuk mempelajari sesuatu
dalam rangka suatu pelajaran di sekolah. Metode karyawisata berguna bagi siswa
untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan beserta segala
masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank,
pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai sejarah/kebudayaan
tertentu.
4.
Pendidikan
kecakapan hidup yang diintegrasikan pada mata pelajaran. Pengembangan kecakapan
hidup terdiri dari: kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik,
dan kecakapan vokasional (keterampilan untuk bekerja). Adapun contoh
pengintegrasian pendidikan kecakapan hidup dalam mata pelajaran, adalah sebagai
berikut.
- Pendidikan
Agama, tujuannya: membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- IPS, tujuannya:
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi
sosial masyarakat.
- SBK, tujuannya:
membentuk karakter peserta didik agar memiliki rasa seni dan pemahaman budaya.
- Muatan Lokal,
tujuannya: membentuk pemahaman terhadap potensi sesuai dengan ciri khas di
daerah tempat tinggalnya.
- Pengembangan
diri, tujuannya: memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat.
5.
Pembelajaran
dengan Modelling
Modelling adalah metode pembelajaran dengan
menggunakan model (guru) sebagai obyek belajar perubahan tingkah laku yang
kemudian ditiru oleh siswa.Modelling
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan fisik dan mental siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Antropologi
adalah suatu ilmu yang memahami sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih
banyak.Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman suku
bangsa dan budaya yang mempunyai keunikannya masing-masing.Pendidikan dapat
merubah kebudayaan yang buruk dan mempertahankan kebudayaan yang baik pada
peserta didik.Oleh karena itu untuk memahami dan menghargai siswa dengan
keanekaragaman yang dimilikinya diperlukan landasan antropologi dalam
pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia.
3.2
Saran
Dengan
keragaman budaya bisa melaksanakan pendidikan dengan optimal dan tidak
memandang perbedaan sebagai faktor pendidikan wajar 9 tahun, tidak
tercapai.Sebagai ahli pendidikan sebaiknya memberikan kesempatan kepada lembaga
untuk tetap melestarikan budaya setempat melalui pendidikan di sekolah maupun
perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, M. 2009. Kurikulum
dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman KBK, KTSP, dan SBI. Malang:
Universitas Negeri Malang.
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-karyawisata.html. Diakses
tanggal 25 September 2011.
Jurnal Antropologi Papua Volume 1, No. 1, Agustus 2002.
Papua: Laboratorium Antropologi Universitas Cendrawasih.
Sudomo. 1989. Landasan
Pendidikan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
No comments:
Post a Comment