BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan
adanya misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa
rakyat sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta.Para pendeta
Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan,
yaitu melalui jalan daratan dan lautan.Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu
masuk ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh
jalur laut, persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia
Tenggara.Selanjutnya sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja
dan keluarganya serta mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya
terbentuk jemaat kaum Budha.Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari
pendeta India tersebut pasti ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut
secara langsung yaitu India sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke
Indonesia mereka membawa banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan pada
bangsa Indonesia. Unsur India tersebut tidak secara mentah disebarkan
tetapi telah mengalami proses penggolahan dan penyesuaian. Sehingga
ajaran dan budaya Budha yang berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.
Agama Hindu
Para pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan
melalui jalur perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan
menemui penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik
dengan ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan dan menyebarkannya.
Dalam ajaran agama Hindu konsepnya adalah seseorang terlahir sebagai Hindu
bukan menjadi Hindu maka untuk menerima ajaran agama Hindu orang Indonesia
harus di-Hindu-kan melalui upacara Vratyastoma dengan pertimbangan
kedudukan sosial/ derajat yang bersangkutan (memberi kasta). Hubungan
India-Indonesia berlanjut dengan adanya upaya para kepala suku/ raja lokal
untuk menyekolahkan anaknya/ utusan khusus ke India guna belajar budaya India
lebih dalam lagi.Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian menyebarkan
kebudayaan India yang sudah tinggi.Bahkan tak jarang mereka mendatangkan para
Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa di Indonesia, seperti
upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan seseorang menjadi
raja. Jika di suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan memperkuat proses
penyebaran agama Hindu bagi rakyat di daerah tersebut. Berikut
kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah kerajaan Kutai?
2. Bagaimana sejarah
kerajaan Pajajaran?
3. Bagaimana
sejarah kerajaan Tarumanegara?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Agar siswa
mengetahui tentang sejarah kerajaan Kutai.
2. Agar siswa
mengetahui tentang sejarah kerajaan Pajajaran.
3. Agar siswa
mengetahui tentang sejarah kerajaan Tatumanegara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Kerajaan Kutai
Berdirinya Kerajaan Kutai
Letak
Kerajaan Kutai berada di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur yang merupakan
Kerajaan Hindu tertua di Indonesia.Ditemukannya tujuh buah batu tulis yang
disebut Yupa yang mana ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta
tersebut diperkirakan berasal dari tahun 400 M (abad ke-5).Prasasti Yupa
tersebut merupakan prasasti tertua yang menyatakan telah beridirinya suatu
Kerajaan Hindu tertua yaitu Kerajaan Kutai.
Tidak
banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai.Hanya 7 buah prasasti Yupa terseubt
lah sumbernya. Penggunaan nama Kerajaan Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli
sejarah dengan mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa tersebut.
Yupa
adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para
Brahmana atas kedermawanan Raja Mulawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman,
Raja yang baik dan kuat yang merupakan anak dari Aswawarman dan merupakan cucu
dari Raja Kudungga, telah memberikan 100 ekor sapi kepada para Brahmana.
Dari
prasati tersebut didapat bawah Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh
Kudungga kemudian dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak
kejayaan pada masa Mulawarman (Anak Aswawarman). Menurut para ahli sejarah nama
Kudungga merupakan nama asli pribumi yang belum tepengaruh oleh kebudayaan
Hindu. Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu atas dasar
kata 'warman' pada namnya yang merupakan kata yang berasal dari bahasa
Sanskerta.
Kejayaan Kerajaan Kutai
Tidak
banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai yang temukan.Tetapi menurut prasasti
Yupa, puncak kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa kepemerintahan Raja
Mulawarman.Pada masa pemerintahan Mulawarman, kekuasaan Kerajaan Kutai hampir
meliputi seluruh wilayah Kalimantan Timur.Rakyat Kerajaan Kutai pun hidup
sejahtera dan makmur.
Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat
kerajaan ini beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa
Barat yang terletak di Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari
kata Pakuwuan yang berarti kota. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan
menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya. Beberapa catatan menyebutkan
bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang
disebutkan dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) di kampung Pangcalikan dan
Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi.
Awal Pakuan Pajajaran
Seperti tertulis dalam sejarah, akhir tahun 1400-an Majapahit kian
melemah. Pemberontakan, saling berebut kekuasaan di antara saudara berkali-kali
terjadi.Pada masa kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) itulah mengalir pula
pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit ke ibukota Kerajaan Galuh di Kawali,
Kuningan, Jawa Barat.
Raden Baribin, salah seorang saudara Prabu Kertabumi termasuk di antaranya. Selain diterima dengan damai oleh Raja Dewa Niskala ia bahkan dinikahkan dengan Ratna Ayu Kirana salah seorang putri Raja Dewa Niskala. Tak sampai di situ saja, sang Raja juga menikah dengan salah satu keluarga pengungsi yang ada dalam rombongan Raden Barinbin.
Pernikahan Dewa Niskala itu mengundang kemarahan Raja Susuktunggal dari Kerajaan Sunda.Dewa Niskala dianggap telah melanggar aturan yang seharusnya ditaati.Aturan itu keluar sejak “Peristiwa Bubat” yang menyebutkan bahwa orang Sunda-Galuh dilarang menikah dengan keturunan dari Majapahit.
Nyaris terjadi peperangan di antara dua raja yang sebenarnya adalah besan.Disebut besan karena Jayadewata, putra raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja Susuktunggal.
Untungnya, kemudian dewan penasehat berhasil mendamaikan keduanya
dengan keputusan: dua raja itu harus turun dari tahta. Kemudian mereka harus
menyerahkan tahta kepada putera mahkota yang ditunjuk.
Dewa Niskala menunjuk Jayadewata, anaknya, sebagai penerus kekuasaan. Prabu Susuktunggal pun menunjuk nama yang sama. Demikianlah, akhirnya Jayadewata menyatukan dua kerajaan itu. Jayadewata yang kemudian bergelar Sri Baduga Maharaja mulai memerintah di Pakuan Pajajaran pada tahun 1482.
Dewa Niskala menunjuk Jayadewata, anaknya, sebagai penerus kekuasaan. Prabu Susuktunggal pun menunjuk nama yang sama. Demikianlah, akhirnya Jayadewata menyatukan dua kerajaan itu. Jayadewata yang kemudian bergelar Sri Baduga Maharaja mulai memerintah di Pakuan Pajajaran pada tahun 1482.
Selanjutnya nama Pakuan Pajajaran menjadi populer sebagai nama
kerajaan. Awal “berdirinya” Pajajaran dihitung pada tahun Sri Baduga Maharaha
berkuasa, yakni tahun 1482.
Keruntuhan Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan melawan Aji Pangeran Sinum Panji yang merupakan Raja dari Kerajaan
Kutai Kartanegara. Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara merupakan dua
buah kerajaan yang berbeda.Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada abad ke-13
di Kutai Lama.Terdapatnya dua kerajaan yang berada di sungai Mahakam tersebut
menimbulkan friksi diantara keduanya.Pada abad ke-16 terjadi peperangan
diantara kedua Kerajaan tersebut.
Raja-raja Kerajaan Kutai
Berikut di
bawah ini merupakan daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerjaan Kutai,
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
- Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
- Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
- Maharaja Marawijaya Warman
- Maharaja Gajayana Warman
- Maharaja Tungga Warman
- Maharaja Jayanaga Warman
- Maharaja Nalasinga Warman
- Maharaja Nala Parana Tungga
- Maharaja Gadingga Warman Dewa
- Maharaja Indra Warman Dewa
- Maharaja Sangga Warman Dewa
- Maharaja Candrawarman
- Maharaja Sri Langka Dewa
- Maharaja Guna Parana Dewa
- Maharaja Wijaya Warman
- Maharaja Sri Aji Dewa
- Maharaja Mulia Putera
- Maharaja Nala Pandita
- Maharaja Indra Paruta Dewa
- Maharaja Dharma Setia
Kehidupan
Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Kutai
Melihat bahwa letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan
dan pelayaran antara Barat dan Timur, maka aktivitas perdagangan menjadi mata
pencaharian yang utama. Rakyat Kutai sudah aktif terlibat dalam perdagangan
internasional, dan tentu saja mereka berdagang pula sampai ke perairan Laut
Jawa dan Indonesia Timur untuk mencari barang-barang dagangan yang laku di
pasaran Internasional.
Dalam hal kebudayaan sendiri ditemukan dalam salah satu
prasasti Yupa menyebutkan suatu tempat suci dengan nama "Wapakeswara"
(tempat pemujaan Dewa Siwa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Kutai memeluk agama Siwa.
Semoga artikel tersebut di atas tentang Sejarah Kerajaan
Kutai bisa bermanfaat bagi sobat. Tidak lupa kami sampaikan apa bila ada
kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan, mohon kiranya kritik dan
saran dari sobat semua untuk kemajuan bersama. Terima kasih ^^
Sumber Sejarah
Dari catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah
kuno, maupun catatan bangsa asing, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini;
antara lain mengenai wilayah kerajaan dan ibukota Pakuan Pajajaran. Mengenai
raja-raja Kerajaan Sunda yang memerintah dari ibukota Pakuan Pajajaran,
terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan,
dan Carita Waruga Guru.
Selain
naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak
peninggalan dari masa lalu, seperti:
• Prasasti Batu Tulis, Bogor
• Prasasti Batu Tulis, Bogor
• Prasasti
Sanghyang Tapak, Sukabumi
•
Prasasti Kawali, Ciamis\
•
Prasasti Rakyan Juru Pangambat
•
Prasasti Horren
•
Prasasti Astanagede
• Tugu
Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta
• Taman
perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor
• Kitab
cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan
• Berita
asing dari Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522)
Segi
Geografis Kerajaan Pajajaran
Terletak
di Parahyangan (Sunda). Pakuan sebagai ibukota Sunda dicacat oleh Tom Peres
(1513 M) di dalam “The Suma Oriantal”, ia menyebutkan bahwa ibukota Kerajaan
Sunda disebut Dayo (dayeuh) itu terletak sejauh sejauh dua hari perjalanan dari
Kalapa (Jakarta).
Kondisi
Keseluruhan Kerajaan pajajaran (Kondisi POLISOSBUD), yaitu Kondisi Politik
(Politik-Pemerintahan)
Kerajaan Pajajaran terletak di Jawa Barat, yang berkembang pada
abad ke 8-16. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Pajajaran, antara lain
:
Daftar raja Pajajaran
Daftar raja Pajajaran
• Sri
Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)
•
Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan
• Ratu
Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan
• Ratu
Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan
• Ratu
Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan
anaknya, Maulana Yusuf
• Raga
Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari
PandeglangMaharaja Jayabhupati (Haji-Ri-Sunda)
•
Rahyang Niskala Wastu Kencana
•
Rahyang Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana)
• Sri Baduga
MahaRaja
• Hyang
Wuni Sora
• Ratu
Samian (Prabu Surawisesa)
• dan
Prabu Ratu Dewata.
Puncak
Kejayaan/ Keemasan Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja
mengalami masa keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan
masyarakat Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang
tak pernah purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat.
Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek
kehidupan.Tentang pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita Parahyangan.
Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar
yang bernama Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan
Wanagiri. Ia memperteguh (pertahanan) ibu kota, memberikan desa perdikan kepada
semua pendeta dan pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi
penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat Kabinihajian (kaputren), kesatriaan
(asrama prajurit), pagelaran (bermacam-macam formasi tempur), pamingtonan
(tempat pertunjukan), memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti
dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan
Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam
Prasasti Kabantenan dan Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis
Babad, saat ini masih bisa terjejaki, namun tak kurang yang musnah termakan
jaman.
Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad
tersebut diketahui bahwa Sri Baduga telah memerintahkan untuk membuat wilayah
perdikan; membuat Talaga Maharena Wijaya; memperteguh ibu kota; membuat
Kabinihajian, kesatriaan, pagelaran, pamingtonan, memperkuat angkatan perang,
mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang
kerajaan
Puncak Kehancuran
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan
Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten.Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai
dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan Pajajaran
ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi
politik agar di Pakuan Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan
menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut
perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana
tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten.
Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama
artinya dengan kata Sriman.
Kondisi
Kehidupan Ekonomi
Pada
umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama
perladangan.Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu
Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk
(Pamanukan)
Kondisi
Kehidupan Sosial
Kehidupan
masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan seniman (pemain
gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan perdagangan, golongan
yang di anggap jahat (tukang copet, tukang rampas, begal, maling, prampok, dll)
Kehidupan
Budaya
Kehidupan
budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama
Hindu.Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab
Sangyang Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.
2.3
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Beridirnya
Kerajaan Tarumanagara
Berdirinya
Kerajaan Tarumanagara masih dipertanyakan oleh para ahli sejarah.Satu-satunya
sumber sejarah yang secara lengkap membahas mengenai Kerajaan Tarumanagara
adalah Naskah Wangsakerta.Naskah Wangsakerta tersebut masih menjadi perdebatan
diantara para sejarawan tentang keaslian isinya.
Menurut
Naskah Wangsakerta, pada abad ke-4 Masehi, pulau dan beberapa wilayah Nusantara
lainnya didatangi oleh sejumlah pengungsi dari India yang mencari perlindungan
akibat terjadinya peperangan besar di sana. Para pengungsi itu umumnya berasal
dari daerah Kerajaan Palawa dan Calankayana di India, pihak yang kalah dalam
peperangan melawan Kerajaan Samudragupta (India).
Salah
satu dari rombongan pengungsi Calankayana dipimpin oleh seorang Maharesi yang
bernama Jayasingawarman.Setelah mendapatkan persetujuan dari raja yang berkuasa
di barat Jawa (Dewawarman VIII, raja Salakanagara), maka Jayasingawarman
membuka tempat pemukiman baru di dekat sungai Citarum. Pemukimannya oleh
Jayasingawarman diberi nama Tarumadesya (desa Taruma).
Sepuluh
tahun kemudian desa ini banyak didatangi oleh penduduk dari desa lain, sehingga
Tarumadesya menjadi besar. Akhirnya dari wilayah setingkat desa berkembang
menjadi setingkat kota (Nagara). Semakin hari, kota ini semakin menunjukan
perkembangan yang pesat, karena itulah Jayasingawarman kemudian membentuk
sebuah Kerajaan yang bernama Tarumanagara.
Kejayaan
Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan
Tarumanagara mencapai puncak kejayaannya ketika dipimpin oleh
Purnawarman.Dimasa kepemerintahan Purnawarman, luas Kerajaan Tarumanagara
diperluas dengan menaklukan kerajaan-kerajaan yang berada disekitarnya.
Tercatat Luas Kerajaan Tarumanagara hampir sama dengan luas daerah Jawa Barat
sekarang. Selain itu Raja Purnawarman juga menyusun pustaka yang berupa
undang-undang kerjaana, peraturan angkatan perang, siasat perang serta silsilah
dinasti Warman.Raja Purnawarman juga dikenal sebagai raja yang kuat dan bijak
kepada rakyatnya.
Keruntuhan
Kerajaan Tarumanagara
Raja
ke-12 Tarumanagara, Linggawarman, memiliki dua orang putri.Putri pertamanya
bernama Dewi Manasih yang kemudian menikah dengan Tarusbawa dan Sobakencana
yang kemudian menjadi isteri Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri Kerajaan
Sriwijaya. Tangku kepemimpian Kerajaan Tarumanegara pun jatuh pada suami
Manasih yaitu Tarusbawa. Pada masa kepemerintahan Tarusbawa, pusat kerajaan Tarumanagara
ke kerajaanya sendiri yaitu Kerajaan Sunda (Kerajaan bawahan Tarumanagara) dan
kemudian mengganti Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.
Sumber
Sejarah Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan
Tarumanagara banyak meninggalkan bukti sejarah, diantaranya ditemukannya 7 buah
prasati yaitu:
- Prasasti Ciareteun yang ditemukan di Ciampea, Bogor. Pada prasasti tersebut terdapat ukiran laba-laba dan tapak kaki serta puisi beraksara Palawa dan berbahasa Sanskerta. Puisi tersebut berbuyi "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara."
- Prasasti Pasri Koleangkak yang ditemukan di perkebunan Jambu. Parsasti ini juga sering disebut sebagai Prasasti Jambu. Prasasti Jambu berisi "Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya."
- Prasasti Kebonkopi yang ditemukan di kampung Muara Hilir, Cibungbulang. Isi prasasti Kebon Kopi : yakni adanya dua kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawati (gajah kendaran Dewa Wisnu). Sedangkan Prasasti Jambu berisi tentang kegagahan raja Purnawarman. Bunyi prasasti itu antara lain :"gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang memerintah di taruma dan yang baju zirahnya tak dapat ditembus oleh musuh ..."
- Prasasti Tugu yang ditemukan di dareah Tugu, Jakarta.
- Prasasti Pasir Awi yang ditemukan di daerah Pasir Awi, Bogor.
- Prasasti Muara Cianten yang juga ditemukan di Bogor.
- Prasasti Cidanghiang atau Lebak yang ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten. Prasasti Didanghiang berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”.
Selain
dari prasasti, terdapat juga suber-sumber lain yang berasal dari Cina,
diantarnya:
- Berita dari Fa-Hien, seorang musafir Cina (pendeta Budha) yang terdampar di Yepoti (Yawadhipa/Jawa) tepatnya Tolomo (Taruma) pada tahun 414. Dalam catatannya di sebutkan rakyat Tolomo sedikit sekali memeluk Budha yang banyak di jumpainya adalah Brahmana dan Animisme.
- Berita dari Dinasti Soui yang menyatakan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan dari negeri Tolomo (Taruma) yang terletak disebelah selatan.
- Berita dari Dinasti Tang Muda yang menyebutkan tahun 666 dan tahun 669 M datang utusan dari Tolomo.
Raja-raja
Kerajaan Tarumanagara
Selama
berdirinya Kerajaan Tarumanagara dari abad ke-4 sampai abad ke-7 Masehi,
kerajaan tersebut pernah dipimpin oleh 12 orang raja, diantaranya:
- Jayasingawarman (358-382 M.)
- Dharmayawarman (382-395 M.)
- Purnawarman (395-434 M.)
- Wisnuwarman (434-455 M.)
- Indrawarman (455-515 M.)
- Candrawarman (515-535 M.)
- Suryawarman (535-561 M.)
- Kertawarman (561-628 M.)
- Sudhawarman (628-639 M.)
- Hariwangsawarman (639-640 M.)
- Nagajayawarman (640-666 M.)
- Linggawarman (666-669 M.)
Kehidupan
Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Tarumanagara
Kehidupan
perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini
dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau
penggalian saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) selesai
dikerjakan dalam waktu 21 hari. Masyarakat Kerajaan Tarumanagara juga
berprofesi sebagai pedagang mengingat letaknya yang strategis berada di dekat
selat sunda.
Pembangunan/penggalian
itu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat, karena dapat digunakan sebagai sarana
pengairan dan pencegahan banjir.Selain penggalian saluran Gomati dalam prasasti
Tugu juga disebutkan penggalian saluran Candrabhaga. Dengan demikian rakyat
akan hidup makmur, aman, dan sejahtera.
Dari
segi kebudayaan sendiri, Kerajaan Tarumanagara bisa dikatakan kebudayaan mereka
sudah tinggi.Terbukti dengan penggalian sungai untuk mencegah banjir dan
sebagai saluran irigasi untuk kepentingan pertanian. Terlihat pula dari teknik
dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti yang ditemukan, menjadi bukti
kebudayaan masyarakat pada saat itu tergolong sudah maju.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan
hindu tertua di Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara
Kaman tepatnya pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah prasasti, yang
dinamai prasasti yupa. Dengan palawa sebagai hurufnya,dan sansekerta sebagai
bahasanya. Pendirinya adalah Raja Kudungga.Setelah Raja Kudungga wafat,
kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman.Dan setelah Raja
Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman
telah menyumbangkan 20.00 ekor sapi kepada para brahmana.Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, oleh karena itu, dari sekian banyak
raja yang memimpin kerajaan Kutai, Raja Mulawarman lah yang paling
terkenal.
Keruntuhan kerajaan Kutai Martadipura disebabkan oleh tewasnya raja
terakhir Kutai Martadipura yang kalah memperebutan kekuasaan dari kerajaan
Kutai Kartanegara di bawah pimpinan Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Awalnya
Kutai Kartanegara merupakan bagian dari kerajaan Kutai Martadipura, namun
karena perbedaan kepercayaan, di mana Kutai Kartanegara menganut kepercayaan
agama islam, akhirnya perebutan kekuasaan pun terjadi dan berakhir dengan Kutai
Kartanegara sebagai pemenang.
•
Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini
beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang
terletak di Parahyangan (Sunda).
• Sumber
sejarahnya berupa prasati-prasati, tugu perjanjian, taman perburuan, kitab
cerita, dan berita asing.
•
Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami masa
keemasan/ kejayaan dan Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat
serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten.
Kerajaan
dengan nama asli Tarumanagara ini terletak di daerah Bekasi, Jawa Barat bagian
utara. Raja yang paling terkenal adalah raja yang ke-3, yaitu Raja Purnawarman.
Keberadaan kerajaan hindu dengan aliran hindu wisnu ini diketahui dengan
ditemukannya beberapa prasasti yang menceritakan tentang
keberhasilan-keberhasilan kerajaan.
3.2 Saran
Penjelasan mengenai sejarah kerajaan-kerajaan di atas merupakan cikal bakal terjadinya keadaan kita sekarang. Oleh sebab itu kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan
agama Hindu-Budha.
DAFTAR PUSTAKA
- mustaqimzone.wordpress.com/2011/07/20/perkembangan-kerajaan-hindu-budha-di-indonesia/
- www.google.co.id/#q=masuknya+kerajaan+hindu+budha+di+indonesia+kelas+SMA&hl=id&prmd=imvns&ei=kz8ZT7mGBNDqrQep8oCtDA&sqi=2&start=10&sa=N&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=76417af358131f0a&biw=1366&bih=588
Kata
Pengantar
Segala puji bagi Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya. Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran ?????????????????????????????karena terbatasnya
ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu
dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telh diberikan
kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Banjar, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………. i
DAFTAR
ISI………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………….…………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……….………………………………. 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ………..………………………….. 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kerajaan Kutai……………………………….… 3
2.2 Sejarah
Kerajaan Pajajaran……..……………………….. 6
2.3 Sejarah
Kerajaan Tarumanegara………….…………….. 10
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………… 15
3.2 Saran…………………………………………..……….… 16
DAFTAR
PUSTAKA…….…………………………………………. 17
MAKALAH
SISTEM
REPRODUKSI WANITA